Menyambut 2011 di Rimba Jakarta


Photo: Kartika Dian Fransiska's Personal Archive
Pergantian tahun adalah sebuah penanda perubahan waktu, yang kemudian mengalir menjadi penanda akan berakhirnya sebuah masa dan lahirnya masa yang baru. Masa kemudian sebagai rahim peradaban akan melahirkan sebuah karya kolektif yang kemudian secara tidak langsung berdampak bagi setiap individu yang ada di dalamnya.
Karya adalah sebuah makna zaman yang terpancar lewat tangan dan pemikiran manusia yang hidup dalam suatu pusara waktu, dimana jiwa dan harapan koletif masyarakat kemudian tercermin, terefleksikan secara gamblang –walaupun tidak sungguh-sungguh eksplisit. Namun paling tidak semangat dan spirit kolektif masyarakat dapat direnungkan dan lebih jauh dipetik hikmah dan pelajarannya.
Macet sudah pasti bukan sebuah hal yang asing bagi masyarakat Jakarta. Macet bukan barang baru dan bukan sebuah momok baru bagi mereka yang setiap hari harus bepergian dan menempuh waktu mereka di jalan raya –kalau boleh secara lebih gamblang dikatakan, mereka “menuakan" diri mereka di jalan raya.
Secara tidak langsung macet adalah sebuah karya kolektif masyarakat yang alih-alih lahir dari sikap warga Jakarta yang konstruktif, justru lahir dari ego bersama yang disahihkan, kemudian pada akhirnya dikritik bersama pula. Macet adalah cerminan mentalitas warga Jakarta yang egosentrik dan individualistik.
Kemudian dari mentalitas egois dan individualis tidak jarang segenap kita mengeluh dan saling menyalahkan orang lain sebagai penyebab kemacetan dan carut-marutnya sistem transportasi Ibukota.
Tidak jarang kita mendengar komentar pengendara mobil “Ini sepeda motor kebanyakan sih, salib sana-sini bikin macet aja!”, atau komentar pengendara sepeda motor “Kebanyakan mobil nih, orang Jakarta pada kaya-kaya semua sih!”, atau komentar keduanya yang menyalahkan metode transportasi “Coba metode transportasi umumnya Jakarta bagus, mending gue naek angkot atau bus transjakarta deh!”
Manusiawi memang untuk menjadi egois di dunia yang semakin padat dan menuntut persaingan yang ketat, apalagi di ranah dunia perkotaan seperti Jakarta--yang hukumnya mirip dengan hukum rimba. Namun justru rimba belantara adalah tempat kontemplasi terbaik.
Macet, adalah karya kita bersama. Tanpa bertele-tele, pada awal tahun baru ini tidak ada salahnya kita mengembalikan segalanya pada diri kita sendiri.
Selamat menyambut tahun baru! Mari sambut Jakarta yang lebih berwarna di 2011!

Comments

Popular posts from this blog

Heart of Gold

Then Che Asked #3

Seminggu Pertama di Sri Lanka!