Mitos dan Logika
Sejak zaman dahulu banyak sekali bentuk-bentuk kebijaksanaan yang dijewantahkan dalam bentuk cerita dan mitos-mitos sederhana agar dapat dimengerti dan diterapkan dengan mudah oleh masyarakat awam.
Sejak zaman dahulu manusia telah berusaha menjelaskan konsep diri mereka sebagai manusia dan hubungan mereka dengan alamnya lewat ilmu filsafat sederhana bernama mitos.
Mitos bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja tanpa penjelasan apa-apa. Segala sesuatu yang ada di balik cerita rakyat dan legenda dibagian mana pun di dunia ini pasti mempunyai sebuah nilai yang disusupkan di baliknya.
Kita ambil contoh mitos Horus dan Set di Mesir, juga Thor dan Frejya di Norwegia. Melalui mitos tentang Horus dan Set kita belajar tentang keseimbangan antara siang dan malam. Horus digambarkan sebagai matahari yang membunuh malam yang gelap, sementara Set adalah malam yang selalu akan membunuh siang. Horus dan Set adalah penjelasan peradaban mula-mula tentang pergantian hari dan metamorfosa di balik hari.
Kisah tentang Thor dan Frejya di Norwegia juga adalah contoh mitos yang menjadi penjelasan mula-mula tentang pergantian musim di Norwegia. Bangsa Viking yang kala itu mencari tahu mengapa ada musim semi dan musim dingin mulai membuat cerita tentang dewa-dewa yang berperang.
Thor adalah raja para dewa bangsa Viking. Pada suatu kali palu sakti Thor jatuh ke tangan raksasa yang akhirnya meminta Frejya untuk menjadi mempelainya. Frejya adalah istri dari Thor, juga adalah dewi kesuburan dan kehidupan. Jika akhirnya ia jatuh ke tangan para raksasa musuhnya ujung ceritanya akan sama saja. Norwegia akan mengalami musim dingin abadi karena dewi kehidupan meninggalkan Norwegia.
Akhirnya Thor berdandan sebagai seorang perempuan, berpura-pura menjadi Frejya dan akhirnya menghadiri pernikahan. Sesampainya di sana Odin meminta para raksasa menyerahkan terlebih dahulu palu sakti milik Thor kepada Frejya.
Para raksasa mengabulkan permintaan mereka, kemudian saat Thor –yang sedang menyamar sebagai Frejya- menerima palu saktinya, ia kemudian membunuh semua raksasa dan mengembalikan musim semi di Norwegia.
Dua ceritera singkat di atas merupakan sedikit contoh dari banyak sekali penjelasan mula-mula tentang alam.
Di Indonesia sendiri banyak sekali mitos yang bahkan menjelaskan tentang kebatinan manusia. Mungkin karena manusia yang hidup di Indonesia pada zaman dahulu tidak terlalu memiliki masalah dengan alam sehingga mereka bisa berkonsentrasi lebih penuh ke masalah dalam diri manusia seperti jiwa.
Kejawen termasuk kepercayaan yang sangat tua di Indonesia, terutama tanah Jawa. Dilihat dari etmologinya, Kejawen berasal dari kata “jawen” yang berarti “jiwa”. Sehingga konsep kepercayaan kejawen adalah konsep yang banyak merenungkan tentang Jiwa.
Jika sekitar 500 B.C. Sokrates berkata bahwa tubuh adalah penjara jiwa (Soma Sema / Tomb of Soul), maka Kejawen adalah ilmu filsafat yang tidak kalah untuk disejajarkan dengan pengertian Jiwa Sokrates. Sayangnya hegemoni barat sering menjadi penyebab kekalahan teori ketimuran yang padahal lebih bijaksana dan tidak anti-metafisis.
Pada kejawen konsep “nrimo” pun adalah sebuah konsep penyerahan diri yang sangat tinggi, yang banyak sekali diadaptasi oleh banyak peradaban di dunia. Bagaimana dari kepercayaan yang berangkat dari animisme bisa menerima kehendak semesta dengan penuh penyerahan kepada alam.
Sayang seperti yang sudah kita bahas tadi. Konsep mitos dan mitologi kadang tidak dipikirkan sampai ke akar-akarnya. Orang jawa akhirnya banyak menerima konsep “nrimo” adalah sebuah konsep untuk hidup tanpa usaha, bukannya sebuah konsep penyerahan diri.
Mitos dan mitologi pasti punya penjelasan yang lebih masuk akal di baliknya, sehingga sangat menarik untuk dipahami dan digali lebih dalam secara kritis sesuai dengan konteks masa dan budaya asalnya.
Sejak zaman dahulu manusia telah berusaha menjelaskan konsep diri mereka sebagai manusia dan hubungan mereka dengan alamnya lewat ilmu filsafat sederhana bernama mitos.
Mitos bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja tanpa penjelasan apa-apa. Segala sesuatu yang ada di balik cerita rakyat dan legenda dibagian mana pun di dunia ini pasti mempunyai sebuah nilai yang disusupkan di baliknya.
Kita ambil contoh mitos Horus dan Set di Mesir, juga Thor dan Frejya di Norwegia. Melalui mitos tentang Horus dan Set kita belajar tentang keseimbangan antara siang dan malam. Horus digambarkan sebagai matahari yang membunuh malam yang gelap, sementara Set adalah malam yang selalu akan membunuh siang. Horus dan Set adalah penjelasan peradaban mula-mula tentang pergantian hari dan metamorfosa di balik hari.
Kisah tentang Thor dan Frejya di Norwegia juga adalah contoh mitos yang menjadi penjelasan mula-mula tentang pergantian musim di Norwegia. Bangsa Viking yang kala itu mencari tahu mengapa ada musim semi dan musim dingin mulai membuat cerita tentang dewa-dewa yang berperang.
Thor adalah raja para dewa bangsa Viking. Pada suatu kali palu sakti Thor jatuh ke tangan raksasa yang akhirnya meminta Frejya untuk menjadi mempelainya. Frejya adalah istri dari Thor, juga adalah dewi kesuburan dan kehidupan. Jika akhirnya ia jatuh ke tangan para raksasa musuhnya ujung ceritanya akan sama saja. Norwegia akan mengalami musim dingin abadi karena dewi kehidupan meninggalkan Norwegia.
Akhirnya Thor berdandan sebagai seorang perempuan, berpura-pura menjadi Frejya dan akhirnya menghadiri pernikahan. Sesampainya di sana Odin meminta para raksasa menyerahkan terlebih dahulu palu sakti milik Thor kepada Frejya.
Para raksasa mengabulkan permintaan mereka, kemudian saat Thor –yang sedang menyamar sebagai Frejya- menerima palu saktinya, ia kemudian membunuh semua raksasa dan mengembalikan musim semi di Norwegia.
Dua ceritera singkat di atas merupakan sedikit contoh dari banyak sekali penjelasan mula-mula tentang alam.
Di Indonesia sendiri banyak sekali mitos yang bahkan menjelaskan tentang kebatinan manusia. Mungkin karena manusia yang hidup di Indonesia pada zaman dahulu tidak terlalu memiliki masalah dengan alam sehingga mereka bisa berkonsentrasi lebih penuh ke masalah dalam diri manusia seperti jiwa.
Kejawen termasuk kepercayaan yang sangat tua di Indonesia, terutama tanah Jawa. Dilihat dari etmologinya, Kejawen berasal dari kata “jawen” yang berarti “jiwa”. Sehingga konsep kepercayaan kejawen adalah konsep yang banyak merenungkan tentang Jiwa.
Jika sekitar 500 B.C. Sokrates berkata bahwa tubuh adalah penjara jiwa (Soma Sema / Tomb of Soul), maka Kejawen adalah ilmu filsafat yang tidak kalah untuk disejajarkan dengan pengertian Jiwa Sokrates. Sayangnya hegemoni barat sering menjadi penyebab kekalahan teori ketimuran yang padahal lebih bijaksana dan tidak anti-metafisis.
Pada kejawen konsep “nrimo” pun adalah sebuah konsep penyerahan diri yang sangat tinggi, yang banyak sekali diadaptasi oleh banyak peradaban di dunia. Bagaimana dari kepercayaan yang berangkat dari animisme bisa menerima kehendak semesta dengan penuh penyerahan kepada alam.
Sayang seperti yang sudah kita bahas tadi. Konsep mitos dan mitologi kadang tidak dipikirkan sampai ke akar-akarnya. Orang jawa akhirnya banyak menerima konsep “nrimo” adalah sebuah konsep untuk hidup tanpa usaha, bukannya sebuah konsep penyerahan diri.
Mitos dan mitologi pasti punya penjelasan yang lebih masuk akal di baliknya, sehingga sangat menarik untuk dipahami dan digali lebih dalam secara kritis sesuai dengan konteks masa dan budaya asalnya.
Comments
manunggaling kawulo gusti juga terlalu tinggi buat dimengerti, ya ga putt??